Berpetualang Seakan Membaca Alam Semesta
foto bersama kru film Iqro (dok.pri) |
Sebuah film anak bukan
semata hiburan semata bagi anak-anak, namun perlu juga ditaburi dengan pesan
yang mendalam untuk anak. Iqro,
Petualangan Meraih Bintang sebuah film anak layar lebar terbaru garapan
Salman Film Academy ini mampu mewujudkan film anak dengan penggabungan sisi
anak, agama, dan ilmu pengetahuan.
Cok
Simbara, pemeran Opa Wibowo tertarik bergabung dengan film ini karena ide film
yang cair dan kekanak-kanakan namun dibumbui dengan sisi saintis. “Melihat
skrip, saya langsung mengiyakan untuk bergabung dalam film ini karena
penggabungan sisi religi, kanak-kanak, dan sains,” ujar Cok Simbara.
Cok Simbara saat pers conference (dok.pri) |
Menanggapi
tentang kehadiran Cok Simbara dalam film ini justru membuat Iqbal Alfajri
selaku sutradara film Iqro ini tidak terlalu sulit untuk reading dan karakter
film dalam pemeran film. “Film ini merupakan film yang saya inginkan, karena
bagi saya dalam membuat film yaitu film tersebut harus sesuai dengan yang saya
inginkan. Terlebih dalam film ini ide serta penulisan naskah film, saya juga
turut andil di dalamnya,” Pungkas Iqbal Alfajri.
Namun
bagi saya dalam menikmati film Indonesia terlebih ada unsur anak-anak membuat
saya ingin mengajak keluarga dalam menonton film ini. Berhasil. Ya, pada hari Minggu (22/1) saya berhasil mengajak serta
istri dan dua anak saya menikmati film ini.
Tanggapan
istri saya dalam menanggapi film ini yaitu film inspiratif dan mengena terutama
dalam pengajaran metode belajar mengaji dengan metode Iqro. Istri saya
melanjutkan bahwa Film ini memberikan sebuah pengajaran yang cair bagaimana
sisi parenting ditampilkan dengan penggabungan sisi ilmu pengetahuan dengan
sisi keagamaan. Sisi seorang anak yang teguh dalam meminta sesuatu memang sulit
untuk diarahkan ke dalam sebuah kebenaran, nah di sisi film ini terungkap
bagaimana kisah Opa Wibowo beserta Oma mengajak Aqila tentan sisi agama dengan
perpaduan sains yaitu dengan metode mengaji dibarengi dengan sisi melihat
Pluto.
“Pluto
bukanlah sebuah planet” begitulah ungkapan Aqila dalam awal film yang
meneruskan kepada indahnya film ini dengan mengambil sisi ruang angkasa.
Berbeda
dengan tanggapan kedua anak yang coba saya bawa menonton film ini. Saya mencoba
mengorek tanggapan dari anak pertama saya, Zaza. Zaza berkomentar bahwa dalam
film ini Kakaknya (Aqila) baru belajar Iqro 5 sama sepertiku (baca: zaza). Selain
itu, zaza menyebutkan bahwa kakaknya mau ke bulan dan ke bintang lewat
teropong.
Berbeda
dengan anakku yang masih berumur 3 tahun, Fathir. Fathir mengungkapkan bahwa
dalam film ini kakaknya (Aqila) belajar Iqro sama seperti Ayuk Zaza. Selain itu
Fathir mengungkapkan bahwa film ini ada bulan dan bintang seperti dalam
permainan yang ada dalam android Abi (diriku). Bukan saja itu, Fathir yang
belum mencerna benar tentang film ini, dia mengatakan bahwa fathir yang masih
Iqro 1 akan bersungguh-sungguh seperti Kakak (Aqila).
istri dan dua anakku sesaat sebelum gala premiere Iqro (dok.pri) |
Bagiku
selaku blogger yang juga penikmat film tentang sisi humanis dalam film masuk
dan mengena terutama dari sisi preman yang akhirnya insaf yang diperankan oleh
Mike Lucock.
Bagiku
film yang diawali dari sebuah tugas seorang guru kepada peserta didik
memberikan inspirasi bahwa metode pengajaran bukan sekedar berada dalam ruangan
namun perlu juga metode pengajaran di luar yaitu dengan penelitian sendiri dari
sang anak. Sisi ini diperankan apik oleh Aqila untuk meneliti kebenaran bahwa
Pluto bukanlah planet dari laboratorium Boscha di Lembang dan bagaimana sisi
terang dari adanya Pluto ini. Sedangkan temannya yang lain justru mengambil
tema tentang keindahan kupu-kupu yang langka berkembang biak di daerah Lampung.
Metode
pengajaran IPA tematik ini menarik dan bisa menjadi inspirasi bagi pendidik di
tingkat Sekolah Dasar dan sederajat.
Rasa
keingintahuan dari sisi peserta didik justru sang pendidik mengarahkan agar
peserta didik mencari tahu sendiri dengan observasi.
Aqila
pun berangkat menuju ke embang untuk berlibur diiringi pengerjaan tugas
tersebut. Namun, Opa Wibowo selaku kakeknya Aqila yang bekerja di Boscha
memberikan tantangan lain karena Aqila belum bisa/lancar membaca Al-Quran.
Aqila pun berusaha untuk memenuhi keinginan Opanya untuk bisa/lancar baca
Alquran demi melihat langsung Pluto dan menuangkan dalam paper tugas
sekolahnya.
Tantangan
Aqila bukan saja seperti itu. Dalam film ini justru menambahkan sisi kebaikan
bangun malam yaitu dengan aturan di rumah Opa Wibowo untuk shalat shubuh
berjamaah. Otomatis Aqila pun mengikuti aturan tersebut. Salah satu resep dan
keuntungan dari bangun sebeum shubuh yaitu kejernihan pikiran untuk belajar.
Cerita
berlanjut dengan sedikit demi sedikit perpaduan sisi agamis ditampilkan.
Bagaimana pengenalan sisi kitab suci dari Opa Wibowo kepada Aqila.
Sisi
parenting lainnya yaitu dipadu padankan dari sisi keusilan seorang anak
meskipun sang anak pintar. Orangtua perlu pintar-pintar memberi masukan kepada
sang anak dengan metode yang tepat dan pas. Disinilah inspirasi hadirnya pesan
tersebut.
Sisi
lainnya dari isi kandungan kitab suci yaitu ditampilkan dengan tidak bolehnya
manusia merusak alam. Penampilan sisi ini benarlah terjadi di sekitaran
laboratorium Boscha. Kisah nyata ini menjadi sebuah mozaik dalam kehadiran film
ini untuk tidak merusak alam. Karena adanya kerusakan alam, keindahan alam
semesta tidak bisa terlihat.
Sisi
inspiratif lainnya yaitu sangat banyak sepertinya. Lebih baik tonton sendiri
saja ya.. pada tanggal 26 Januari 2017 di bioskop kesayangan. Pokoknya sisi
inspiratif ini benar-benar diambil dari sisi pendalaman nilai-nilai agamis
untuk sang anak dari kitab suci tanpa harus menggurui sang anak. Pokoknya saya
dan keluarga bersyukur bisa menonton gala premiere film inspiratif ini dengan
sisi petualangan seakan melihat alam semesta melalui kandungan kitab suci
Al-Quran.
poster gala premiere Iqro bersama KOPI (disain SaE) |
Trailer Iqro (dok. Iqro)
Komentar
Posting Komentar