Sejarah Epidemi HIV/AIDS Hingga Pentingnya Stigma Positif Kepada ODHA
Hari anti AIDS Se-Dunia diperingati setiap tanggal 1
Desember. Pada hari tersebut tentu saja perlu diperingati untuk memberikan
dukungan dan sebuah stigma positif dan terbaik untuk para penderita AIDS. Bukan
saja di Indonesia yang mengalami kasus AIDS, namun banyak juga dari negara lain
yang mengalaminya.
Peringatan yang dilakukan setiap 1 Desember tentu saja untuk
mencegah perkembangan epidemi yang lebih banyak lagi. Pada kasus di tahun 2020,
menurut laporan dari Kementerian Kesehatan Republik Indonesia bahwa terdapat sekitar
543 ribu Orang Dengan HIV AIDS (ODHA). Jumlah ini tentu akan lebih memperparah
jika terdapat stigma dan diskriminasi terhadap ODHA.
AIDS ada (tentu)
dengan PENYEBAB
Kasus demi kasus pada penderita AIDS akan memberikan sebuah
perlakuan dari masyarakat yang baik bahkan buruk. Sebuah perjalanan epidemi ini
tentu tidak serta merta memberikan angin segar bagi para penderita. Penyebab
dan penularan HIV ini terjadi saat cairan tubuh penderita (bisa darah, sperma,
maupun cairan vagina) masuk ke dalam tubuh orang lain. Masuknya cairan tersebut
tentu bisa terjadi dengan kegiatan hubungan seks, penggunaan jarum suntik,
hingga transfusi darah.
Berdasarkan jenisnya virus HIV ini ada 2 jenis yaitu HIV-1
yang terjadi pada hampir 90% kasus, dan HIV-2 yang terjadi pada beberapa kasus
tertentu saja dan lebih banyak di Afrika Barat. Dari dua jenis virus HIV ini
bukan tidak mungkin terjadi penularan lebih cepat. Ada beberapa penyebab yang
menyebabkan terjadinya penyebaran virus HIV ini, yaitu:
- adanya aktivitas seks bebas yaitu berganti-ganti pasangan,
tanpa menggunakan kondom, seks melalui dubur (anus).
- Menderita infeksi menular seksual (IMS) misalnya adanya
herpes, sifilis, vaginosis bakterialis, klamidia, maupun gonore.
- Menggunakan NAPZA suntik.
- Menerima suntikan, transfusi darah, transplantasi
jaringan, hingga prosedural kesehata yang tidak sesuai dan dilakukan oleh bukan
yang profesional.
- Pekerja kesehatan yang memiliki tingkat tertusuknyaya
jarum suntik tanpa disengaja.
Sejarah Epidemi HIV/AIDS
Rasa penasaran dan untuk memahami lebih lanjut terkait
pandemi HIV/AIDS ini dan pencegahan serta pengobatan, akhirnya ada pula yang
memberikan siaran webinar secara live pada Kamis, 2 Desember 2021 pada siaran
Youtube kanal KBR. Dengan dua orang pembicara yang berkompeten, yaitu dr. Adi
Sasongko (Ketua Badan Pengawas YKIS) dan Bram (ODHA).
Memang, Ada sejarah yang tidak boleh dilupakan, bahwa
epidemi HIV/AIDS diawali terjadinya pertama kali yaitu pada tahun 1987. Dua
tahun sebelumnya yaitu tahun 1985 sebenarnya kasus dugaan AIDS ini sudah
ditemukan dari pelaku homoseksual yang menjadi pasien di Rumah Sakit Islam
Jakarta. Penemuan-penemuan pun berlanjut hingga kepada Pekerja Seks Komersial
(PSK) dan pelanggannya. Indonesia pun ditetapkan sebagai negara ke-13 di ASIS
yang melaporkan kasus AIDS ke World Health Organization (WHO) di tahun 1987
tersebut.
Pada perkembangan selanjutnya setelah tahun 1987 tersebut
pun mulai meningkat. Pada tahun 1990, diketahui bahwa model penyebarannya
melalui hubungan seks heteroseksual. Kasus terbanyak yaitu sekitar 95,7%
terjadi pada hubungan seksual berisiko dengan terbagi pada heteroseksual
sebesar 62,6% dan pria homoseksual/biseksual 33,1%. Penyakit ini juga
menularkan pada usia produktif (usia 15-49 tahun) sekitar 82,9%. Dan kasus pun
terus meningkat pada penderita HIV/AIDS ini bukan saja pada pelaku seks yang
tidak baik.
Pengobatan HIV/AIDS
dan Pengaruh Stigma
Virus HIV/AIDS ini lebih utama yaitu menyerang pada sistem
kekebalan tubuh. Jika sudah ada pemeriksaan dan didiagnosa sebagai ODHA maka
akan mengalami pengobatan hingga seumur hidup. Sedih rasanya jika melakukan
pengobatan seumur hidup secara rutin. Namun, menurut dr. Adi dengan pengobatan
rutin, maka kekebalan tubuh akan lebih kuat dan penderita mengalami masa-masa
sulit dalam penurunan kekebalan tubuh akan berkurang. “Dalam jangka 10 tahun
AIDS ini akan merusak lapisan kekebalan tubuh jika ADHA tersebut tidak ada
pengobatan rutin terhadap dirinya. ”
Dengan melakukan pengecekan sedini mungkin, sehingga akan
lebih mengetahui diagnosa dari adanya HIV/AIDS. Ini akan berguna juga kepada
penderita agar lebih kuat sistem kekebalan tubuhnya. “kalau tidak tes, maka
tidak tahu ada HIV/AIDS dan penyakit akan jalan terus sehingga masuk ke tahap
AIDS, sehingga harus dirawat karena kondisi tubuhnya yang semakin menurun,”
pungkas dr. Adi.
Pengobatan kepada pasien memang sering mengalami naik turun
akibat adanya sebuah stigma negatif yang terjadi di masyarakat. Masyarakat
masih saja beranggapan bahwa penyakit HIV/AIDS ini dari sebuah tindakan yang
buruk dari ODHA karena perbuatan tercelanya. Padahal, semua orang bisa saja menjadi
penderita jika penyebab HIV/AIDS ini mendera.
Tentu stigma ini sangat melemahkan bagi para penderita untuk
segera mengetahui diagnosa dari dokter. Stigma terus terpola pada penderita,
dan penderita (ODHA) tidak minum obat dan akan terus melemahkan kekebalan tubuh
bagi dirinya. Dan dengan stigma negatif di masyarakat justru akan mengakibatkan
dampak yang lebih buruk hingga ke kematian pada ODHA.
Menurut dr. Adi terkait HIV/AIDS ini bahwa masyarakat perlu
mencari informasi akurat dan tidak termakan pada hoax yang ada. Perlakuan
masyarakat tersebut untuk memberikan pemahaman yang baik terkait HIV/AIDS ini.
Setelah memahami terkait HIV/AIDS ini tentu saja akan berkurangnya stigma
negatif dan tidak mendisriminasi pada ODHA bahkan tidak menghakimi ODHA. Dan
lebih menarik lagi, yaitu masyarakat memberikan dukungan lebih kepada ODHA
untuk minum obat secara teratur. Dengan minum obat yang rutin selama seumur
hidup akan membantu pengobatan bagi ODHA.
Memang, HIV/AIDS adalah penyakit yang sama pula dengan
penyakit lainnya. Pengalaman berharga pun ada dari Bram yang juga menjadi
narasumber pada kesempatan di webinar tersebut. Bram telah mengetahui dirinya
menderita HIV/AIDS sejak Agustus 2016. Bram pun melakukan pengobatan secara
rutin setiap hari, dan CVT 3 bulan. Sehingga kondisi dirinya lebih fresh dan
lebih kuat dan tidak merasakan efek yang buruk pada dirinya.
Dengan perlakuan yang lebih baik, kini Bram pun aktif pada
komunitas untuk memberikan dorongan dan stigma yang baik bagi ODHA. Tentu
dukungan yang lebih baik dan pemahaman yang akurat, memberikan dorongan agar
ODHA bisa lebih maksimal untuk melakukan pengobatan, serta HIV/AIDS ini memang
benar-benar bisa diobati.
Komentar
Posting Komentar